Minggu, 01 April 2018

Jangan DILANjutkan

Sebuah pertunjukan hadir dengan berbagai pesan. Dalam sebuah film pemikiran produser dan sutradara mengemuka dalam pertunjukan gambar dan suara itu. Hal itu bisa tersembunyi atau terang-terangan. Banyak pesan tersembunyi yang tanpa sadar bisa mempengaruhi penonton cukup dalam.

Beberapa waktu lalu saya menonton film yang booming belakangan ini, "Dilan 1990". Film ini kemungkinan ada lanjutannya karena sempat saya baca di akhir, "Sampai jumpa pada Dilan 1991." Apa yg akan saya bahas pada film ini mengenai pesan-pesan yang mungkin saja tersembunyi atau terang-terangan. Mengingat kehidupan SMA di tahun 1990an menjadi latarnya, maka target audiensnya yaitu remaja, manusia yang dalam masa pencarian jati diri.

Anda dan saya mungkin akan berbeda pendapat mengenai pemaparan pesan-pesan dalam film "Dilan" ini, tapi tak mengapa perbedaan itu mewarnai dunia. Berikut pendapat saya:

a. Yang paling membuat saya tercengang adalah saat Dilan ditarik oleh guru BPnya dari barisan upacara, ia berusaha melawan, mendorong gurunya bahkan tampak mengucapkan kata-kata makian tak pantas pada gurunya itu. Tak segan ia memanggil gurunya dengan sebutan nama.
Menanggapi hal itu para guru terlihat gelagapan dengan polah Dilan. Mereka bingung. Mungkin yang baca novelnya tahu kenapa. Sepertinya Dilan anak orang berpengaruh yang disegani di sekolah.
Bagi penonton remaja yang masih labil, ini bisa dianggap suatu yang keren dan bisa jadi mereka menirunya. Apakah perilaku kekerasan pada guru di sekolah bisa dipengaruhi oleh film-film seperti ini?
Mengingat di media banyak kasus-kasus kekerasan terhadap guru di mana guru sudah tak dihormati lagi.
Di film ini tidak ada penjelasan penyesalan atau permintaan maaf dari tokoh utama itu pada perbuatannya. Ini berbahaya. Seolah-olah hal itu dibenarkan.

b. Promosi perilaku pacaran. Di saat orang tua sedang membentengi anak-anaknya dari hal-hal negatif. Dunia hiburan justru sangat gencar mempromosikannya. Mungkin ada yang bilang, kalau tidak suka ya tidak usah nonton. Sesimpel itukah? Masyarakat umum banyak secara naif menilai hiburan itu hanya sebatas hiburan tanpa pesan-pesan tertentu yang bisa saja menyesatkan atau merusak. Tugas kita mencerahkan dan mengedukasi masyarakat untuk memilah dan memilih tayangan yang akan mereka tonton sehingga tidak terjebak oleh tren. Karena bisa jadi media itu alat cuci otak untuk memasukkan paham tertentu oleh pihak tertentu.

Dari dua poin saja saya tidak merekomendasikan film ini ditonton remaja apalagi anak-anak. Mungkin basi atau terlambat saya membahas ini sekarang, tapi saya memang sedang semangat menulis.
Satu lagi selama adegan film saya tidak melihat Dilan memakai helm saat mengendarai sepeda motor. Jangan ditiru ya!

Tidak ada komentar: